Belajar dari Klub Premier League: Perbanyaklah Tersenyum Saat Jadi Steward!

Siang itu di kota Liverpool, saya mencoba mengobati kerinduan akan kampung halaman dengan menonton streaming pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persib. Pendukung Cronus?  Please, saya sedang tidak membahas itu. Dua kali empat puluh lima menit saya cukup terhibur menonton sambil mengamati komentar-komentar di sosial media. Hingga memasuki tambahan waktu, pertandingan tiba-tiba terhenti, lapangan menjadi penuh, dan streaming terputus.

Tentu saja kerusuhan pertandingan sepakbola yang hingga menelan korban membuat hati saya hancur. Bagaimana tidak, saya masih ingat jelas ketika pertama kali saya berada di tengah kerusuhan sepakbola. Waktu itu di Madiun, saya masih duduk di bangku SMP dan itu berarti lebih dari sepuluh tahun yang lalu, beberapa nama menjadi korban atas pertandingan sepakbola. Miris nggak sih kalau hal itu masih terjadi sampai hari ini?

Di sini, saya tidak ingin mengkritik atau mencari siapa yang salah jika ada kerusuhan dalam pertandingan sepakbola. Saya hanya ingin mencoba berbagi sedikit pengalaman di mana kebetulan beberapa bulan ini saya kerap terlibat langsung (meskipun kecil)  dalam sebuah pagelaran pertandingan sepakbola.

Singkat cerita sembari kuliah, saya bekerja paruh waktu di salah satu klub sepakbola sebagai steward. Waktu kerjanya cukup fleksibel karena hanya saat pertandingan berlangsung. Seperti di benak kalian, selain gaya, saya juga jadi bisa ngintip-ngintip pertandingan gratis (dibayar lagi). Sebelum saya bekerja, pastinya saya diberi pelatihan terlebih dahulu. Saya mengira di situ saya akan dilatih selayaknya seorang militer yang mau maju ke medan perang dan diajari bagaimana pasang muka sangar supaya holigan-holigan itu nggak selengekan.

Rupanya saya keliru besar, menjaga pertandingan sepakbola bukan mau perang tapi mau melayani fans. Dalam pelatihan itu memang saya diberi arahan bagaimana bersikap jika ada fans yang berperilaku agresif (memaki, marah, dan lain-lain) atau mabuk (pasti ada karena memang jual alkohol di dalam stadion). Namun, di situ kami selalu ditekankan untuk bersikap ramah kepada fans yang datang. Kami diwajibkan untuk selalu  memasang senyum paling manis dan aktif menyapa fans yang akan menonton pertandingan. Mereka sadar betul bahwa fans adalah nafas dari klub mereka sehingga harus diperlakukan sebagai tamu agung saat datang di markas mereka. Tidak seperti nonton konser yang pulang pasti senang karena habis jingkrak-jingkrak, kadang fans sepakbola harus pulang dengan kekecewaan karena timnya kalah. Di situ tim steward harus tetap memasang tampang ramah dengan mengucapkan terimakasih kepada fans yang telah datang dan sedikit basa-basi untuk meredam kekesalan mereka.

Memang sih memberikan perlakuan ramah tidak lantas menjamin hilangnya kerusuhan dalam pertandingan sepakbola, tapi saya percaya memberikan perlakuan yang lebih manusiawi bisa mencegah terjadinya kebrutalan. Toh tidak ada salahnya dan mudah kan menjaga pintu masuk stadion dengan tersenyum sembari menyapa, “yo opo kabare rek? tiket e digowo yo, ati-ati mlebune nggak usah nyanyi sing paten-patenan…” Ya, semoga saja ini yang terakhir, ya.

Surat ER: Untuk Anak-Anak Mbatu Tercinta

Akhirnya, saya harus membuat kategori khusus di blog pribadi saya yaitu: papa nitip. Mungkin memang sudah waktunya untuk papa yang banyak menulis, saya yang ngapa-ngapain. Surat ini ditulis papa di hari Jumat di mana biasanya pada hari itu beliau sholat Jumat di Kota Batu bersama banyak anak-anak sekolah dan setelah sholat beliau sering mengajak anak-anak sekolah tersebut bercanda.

Surat Untuk Anak-Anakku Tersayang

 

Assalamualaikum wr. wb.

 

Anak-anakku, yang selalu Bapak sayangi,

 

Sudah tujuh bulan berlalu, saya memendam kerinduan sebagai bapak yang tidak bisa bertemu dengan anak-anaknya. Meski waktu atau kesempatan membatasi semua ini, kasih sayang bapak kepada anak-anak semua tidak akan pernah hilang. Kadang air mata tersumbat karena keinginan yang begitu besar untuk berharap agar anak-anakku kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa. Saat bercengkerama dan tertawa bersama, bapak selalu menasehati agar tidak boleh nakal di bangku sekolah maupun di luar sekolah, tetap selalu hormat pada guru, kyai, teman, dan saudara. Apa yang sering bapak sampaikan ini mungkin membosankan, namun ini bentuk kasih sayang bapak kepada anak-anak. Bapak tidak mau anak-anak bapak hidup dengan sia-sia karena kita sebagai bangsa yang besar harus mampu melahirkan anak-anak bangsa yang hebat.

 

Anak-anakku, waktu belum memisahkan kita, meskipun sudah tujuh bulan bapak tidak bisa bertemu dengan anak-anak semua. Kalau dihitung mungkin dua puluh delapan kali kita tidak dapat sholat Jumat bersama. Bapak selalu ingat sehabis sholat Jumat selesai, kita selalu menghabiskan waktu bersama untuk makan sambil bercanda, mampir melihat ruang kerja bapak dengan suasana kekeluargaan yang hangat. Kira-kira, mungkin sudah empat ratus pertemua selama sepuluh tahun ini. Pasti sekarang anak-anak bapak sudah ada yang duduk di bangku SMA atau bahkan sarjana. Mungkin juga saat bercengkerama masih ada yang berada di dalam kandungan ibu. Alhamdulilah dengan berjalannya waktu, bapak melihat anak-anak yang lucu, segar, pintar, dan soleh/soleha yang semua itu adalah karunia Allah.

 

Bapak masih ingat saat awal menjadi bapake Arek Mbatu, bapak ingin membuat sebuah taman bermain yang bisa diakses anak-anak Batu agar dapat mengabishkan waktu bersama keluarga. Bapak sadar bermain di ruang terbuka dengan keluarga dan bebas dari asap rokok adalah hak setiap anak. Untuk itu, bapak berupaya membuat Alun-Alun Kota Batu menjadi nyaman untuk ruang bermain anak-anak Kota Batu dan bebas rokok. Alun-Alun yang semula hanya ditargetkan untuk anak-anak Kota Batu itu kini menjadi ikon khas kota kebanggaan kita dimana tamu-tamu wisatawan yang berkunjung selalu menyempatkan diri untuk singgah ke sana. Alhamdulilah, ini menjadi pintu rezeki untuk yang berdagang di sekitarnya.

 

Anak-anakku, dalam surat ini bapak ingin berpesan agar jangan pernah menyalahkan apapun dalam hidup ini. Sebagai hambaNya, kita semua harus ikhlas, karena tidak ada yg lebih kaya atau tidak ada yg lebih pintar. Semua jalan hidup ini adalah Allah yg mengatur. Untuk itu, kita semua harus saling tolong menolong, dan jangan saling membenci apalagi mengadu domba. Anak-anak bapak harus selalu rendah diri dan istiqomah dalam menjalani dlm hidup ini. Alhamdulillah bapak selalu sehat di sini. Saat menulis surat ini di hari Jumat bapak teringat saat dulu kita sholat jumat bersama. Doakan secepatnya bapak bisa kembali untuk melihat anak-anaknya yang ada di bangku sekolah, di masjid, langgar atau tempat nyaman lainnya unguk sinau karena ilmu tidak pernah habis selama untuk kebaikan. Doakan bapak selalu sehat dan begitu pula bapak akan selalu mendoakan kalian agar juga sehat. Ke depan, bapak masih sangat ingin bisa melihat uang membangun negara ini lebih makmur adalah anak-anak bapak tercinta. Jangan ada air mata yang ada hanyalah kebanggaan dan kerendahan hati.

 

 

Salam rindu,

Eddy Rumpoko