Surat ER: Untuk Anak-Anak Mbatu Tercinta

Akhirnya, saya harus membuat kategori khusus di blog pribadi saya yaitu: papa nitip. Mungkin memang sudah waktunya untuk papa yang banyak menulis, saya yang ngapa-ngapain. Surat ini ditulis papa di hari Jumat di mana biasanya pada hari itu beliau sholat Jumat di Kota Batu bersama banyak anak-anak sekolah dan setelah sholat beliau sering mengajak anak-anak sekolah tersebut bercanda.

Surat Untuk Anak-Anakku Tersayang

 

Assalamualaikum wr. wb.

 

Anak-anakku, yang selalu Bapak sayangi,

 

Sudah tujuh bulan berlalu, saya memendam kerinduan sebagai bapak yang tidak bisa bertemu dengan anak-anaknya. Meski waktu atau kesempatan membatasi semua ini, kasih sayang bapak kepada anak-anak semua tidak akan pernah hilang. Kadang air mata tersumbat karena keinginan yang begitu besar untuk berharap agar anak-anakku kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa. Saat bercengkerama dan tertawa bersama, bapak selalu menasehati agar tidak boleh nakal di bangku sekolah maupun di luar sekolah, tetap selalu hormat pada guru, kyai, teman, dan saudara. Apa yang sering bapak sampaikan ini mungkin membosankan, namun ini bentuk kasih sayang bapak kepada anak-anak. Bapak tidak mau anak-anak bapak hidup dengan sia-sia karena kita sebagai bangsa yang besar harus mampu melahirkan anak-anak bangsa yang hebat.

 

Anak-anakku, waktu belum memisahkan kita, meskipun sudah tujuh bulan bapak tidak bisa bertemu dengan anak-anak semua. Kalau dihitung mungkin dua puluh delapan kali kita tidak dapat sholat Jumat bersama. Bapak selalu ingat sehabis sholat Jumat selesai, kita selalu menghabiskan waktu bersama untuk makan sambil bercanda, mampir melihat ruang kerja bapak dengan suasana kekeluargaan yang hangat. Kira-kira, mungkin sudah empat ratus pertemua selama sepuluh tahun ini. Pasti sekarang anak-anak bapak sudah ada yang duduk di bangku SMA atau bahkan sarjana. Mungkin juga saat bercengkerama masih ada yang berada di dalam kandungan ibu. Alhamdulilah dengan berjalannya waktu, bapak melihat anak-anak yang lucu, segar, pintar, dan soleh/soleha yang semua itu adalah karunia Allah.

 

Bapak masih ingat saat awal menjadi bapake Arek Mbatu, bapak ingin membuat sebuah taman bermain yang bisa diakses anak-anak Batu agar dapat mengabishkan waktu bersama keluarga. Bapak sadar bermain di ruang terbuka dengan keluarga dan bebas dari asap rokok adalah hak setiap anak. Untuk itu, bapak berupaya membuat Alun-Alun Kota Batu menjadi nyaman untuk ruang bermain anak-anak Kota Batu dan bebas rokok. Alun-Alun yang semula hanya ditargetkan untuk anak-anak Kota Batu itu kini menjadi ikon khas kota kebanggaan kita dimana tamu-tamu wisatawan yang berkunjung selalu menyempatkan diri untuk singgah ke sana. Alhamdulilah, ini menjadi pintu rezeki untuk yang berdagang di sekitarnya.

 

Anak-anakku, dalam surat ini bapak ingin berpesan agar jangan pernah menyalahkan apapun dalam hidup ini. Sebagai hambaNya, kita semua harus ikhlas, karena tidak ada yg lebih kaya atau tidak ada yg lebih pintar. Semua jalan hidup ini adalah Allah yg mengatur. Untuk itu, kita semua harus saling tolong menolong, dan jangan saling membenci apalagi mengadu domba. Anak-anak bapak harus selalu rendah diri dan istiqomah dalam menjalani dlm hidup ini. Alhamdulillah bapak selalu sehat di sini. Saat menulis surat ini di hari Jumat bapak teringat saat dulu kita sholat jumat bersama. Doakan secepatnya bapak bisa kembali untuk melihat anak-anaknya yang ada di bangku sekolah, di masjid, langgar atau tempat nyaman lainnya unguk sinau karena ilmu tidak pernah habis selama untuk kebaikan. Doakan bapak selalu sehat dan begitu pula bapak akan selalu mendoakan kalian agar juga sehat. Ke depan, bapak masih sangat ingin bisa melihat uang membangun negara ini lebih makmur adalah anak-anak bapak tercinta. Jangan ada air mata yang ada hanyalah kebanggaan dan kerendahan hati.

 

 

Salam rindu,

Eddy Rumpoko

 

 

Surat Untuk Warga Batu dari Eddy Rumpoko: Enam Bulan Kangen dengan Masyarakat Kota Wisata Batu

Beberapa hari lalu, saya mengunjungi Papa dan beliau meminta saya mencatat apa yang beliau katakan: sebuah surat kerinduan untuk warga yang amat dicintainya. Saya merasakan getaran dan setitik air mata dari tiap kata yang beliau keluarkan. Izinkan, saya membaginya di laman ini, gaya bahasa saya biarkan apa adanya. Memang tidak seromantis puisi-puisi Dilan tapi semoga bisa dipahami.


Sidoarjo, 23 Maret 2018

Yang Saya cintai, warga Kota Batu,

Saya masih ingat enam bulan pertama diberi mandat sebagai pimpinan Kota Batu. Waktu itu, saya masih awam dengan segala sesuatunya. Bisa dikatakan saya adalah orang baru di Kota Batu, belum kenal masyarakat Kota Batu secara menyeluruh. Pendekatan pun perlu saya lakukan demi lebih mengenal dan dekat dengan masyarakat. Sebelum manjadi walikota, saya adalah seorang wiraswasta sehingga segala hal tentang pemerintahan masih harus saya selami kembali. Enam bulan pertama itu menjadi masa yang canggung buat saya karena dituntut untuk segera khatam segala urusan tentang Kota Batu.

Bisa dikatakan, saya adalah walikota Batu pertama yang lahir dari proses pilihan rakyat secara langsung. Itu berarti saya dipilih langsung oleh masyarakat di mana hal tersebut adalah amanah yang harus dikerjakan sungguh-sungguh. Selama enam bulan, saya mengamati segala hal di Kota Batu, saya menyadari bahwa kota Batu adalah kota yang dianugerahi alam yang begitu indah. Kota di kaki langit yang memiliki sumber mata air besar yang mengaliri empat belas kota di Jawa Timur dan banyak di kelilingi hutan. Saya juga menyadari bahwa Batu merupakan kota yang berbudaya dengan keberagaman agama. Ketika masa-masa awal saya menjabat, kota Batu baru berusia enam tahun karena memang merupakan kota satu-satunya di Jawa Timur yang berdiri dengan undang-undang otonomi.

Berbeda dengan kota-kota yang memiliki tambang dan industri, Kota Batu memiliki keindahan alam sebagai modal untuk masyarakat dapat saling berbagi hidup. Sumber daya alam dan masyarakat ini harus bersinergi. Untuk itu, masyarakat harus terlibat dalam pembangunan yang sehat yang bisa membuat masyarakat lebih sejahtera dan beradab. Untuk mewujudkannya sebenarnya sangat sederhana, pejabat harus bisa melayani dan hadir di tengah-tengah masyarakat dalam sebuah problematika dan kesulitan-kesulitan. Bagaimana masyarakat bisa melakukan ibadah dengan baik, petani bisa beraktivitas kerja dengan lancar, anak-anak bisa sekolah, ibu-ibu bisa mengasuh putra-putrinya, pelaku seni budaya bisa menampilkan. Itulah sesungguhnya terjadi di kota kecil yang dulunya dijuluki de kleine Zwitserland oleh Belanda.

Kota ini memang kecil tidak lebih dari seratus dua puluh ribu penduduk dengan APBD tidak lebih dari seratus milliard. Luas wilayahnya juga sangat kecil. Anak-anak sekolah masih sedikit dan pendapatan per kapita masyarakat tidak lebih dari satu juta rupiah. Sebagai kota wisata, kala itu penginapan masih cukup apalagi dengan adanya dampak dari krisis lapindo. Meski demikian, saya melihat dan merasakan, masyarakatnya memiliki hati yang tulus ikhlas. Mayoritas masyarakat Kota Batu bekerja sebagai petani yang sumber kehidupannya mengandalkan dari pertanian dengan keragaman agama etnis sebagai bingkai kebhinekaannya. Itulah modal semangat saya untuk bekerja dan mengabdikan diri pada Kota Batu.

Kecintaan saya kepada mandat yang diberikan masyarakat harus terjaga dengan komitmen yang dilandasi dengan potensi yang telah dimiliki. Seperti halnya kota ini, tidak boleh berdiri industri-industri atau pabrik-pabrik yang bisa merusak lingkungan. Begitu juga dengan kampus-kampus yang akan berdiri di kota Batu. Dalam benak saya, buat apa kita harus bersaing dengan kota-kota lain yang dari dulu sudah berdiri pabrik-pabrik dan kampus-kampus yang sudah punya nama. Yang paling utama, bagi saya, adalah bagaimana bisa mengembangkan pertanian yang telah lama menjadi sumber kehidupan masyarakat. Serta akan lebih baik anak-anak bisa menempuh pendidikan ke perguruan tingggi yang berkualitas. Saya memilih agar bagaimana sumber mata air, alam, dan hutan ini menjadi sumber kehidupan masyarakat agar lebih sejahtera. Yang paling penting dan yang selalu saya sampaikan, pemerintah tidak hanya sekedar mengejar prestasi pendapatan asli daerah, tapi yang lebih dulu masyarakat bisa melayani kebutuhan masyarakat dengan baik. Tidak perlu sibuk mengejar prestasi-prestasi atau penghargaan tapi yang utama adalah bagaimana fokus agar masyarakat bisa hidup makmur.

Saat saya menulis surat ini, saya sudah enam bulan lebih menjalani proses sidang yang berjalan di akhir-akhir persidangan. Dan, tidak terasa saya sudah tidak bersama masyarakat Kota Batu selama enam bulan lebih. Tentu saja saya begitu rindu untuk berdiskusi, berinteraksi, bersilahturahmi di mana sebenarnya di situ saya menimba ilmu yang selalu baru. Apapun hasil dalam proses persidangan ini, balai kota among tani yang menjadi simbol gotong royong seluruh masyarakat dan aparatur pemerintah tetap harus terjaga. Among Tani merupakan simbol kepercayaan yang dirasakan selama ini untuk kota seluruh lapisan masyarakatnya. Saya yakin simbol itu tetap menjadi semangat dan penanda bahwa kota ini akan selalu menjadi kota yang mensejahterakan rakyatnya di negara kita. Meskipun saya berada jauh dari Kota Batu, saya selalu mendoakan Kota Batu akan selalu terjaga kerukunannya dan saya tidak akan pernah meninggalkan meskipun tak lagi menjabat sebagai kepala daerah. Saya yakin dan percaya, pemimpin-pemimpin bangsa akan lahir dari kota “AMONG TANI”.

Hormat saya,

Eddy Rumpoko